Dampak Disrupsi Teknologi Terhadap Stabilitas Pasar Saham AS

Daftar Isi

Komisaris SEC Kara M. Stein, dalam pidatonya di Harvard Law School, mengangkat isu krusial mengenai daya saing pasar modal Amerika Serikat di tengah gelombang inovasi teknologi yang masif. Beliau menekankan bahwa keunggulan pasar modal AS selama ini tidak didasarkan pada regulasi yang longgar, melainkan pada komitmen tak tergoyahkan terhadap kualitas (quality). Di tengah disrupsi teknologi, tantangan utamanya adalah mempertahankan keandalan dan kepercayaan investor terhadap integritas pasar. 

Dampak Disrupsi Teknologi Terhadap Stabilitas Pasar Saham AS

Stein menyoroti migrasi layanan keuangan dari bentuk fisik (brick and mortar) ke dunia virtual, seperti kemunculan robo advisors dan blockchain technology. Ia mempertanyakan apakah kerangka hukum yang ada—seperti fiduciary duty—masih relevan untuk diterapkan pada entitas berbasis algoritma, serta bagaimana regulator dapat menyeimbangkan antara mendorong inovasi dan melindungi investor dari risiko baru.

Fokus kedua Stein adalah pada industri manajemen aset yang sedang bertransformasi, khususnya dengan ledakan popularitas Exchange-Traded Funds (ETFs). Meskipun inovatif dan efisien secara pajak, insiden pasar pada 24 Agustus 2015—di mana terjadi lebih dari 1.200 trading halts yang mayoritas melibatkan ETF—menunjukkan kerentanan produk ini dalam kondisi pasar yang tertekan. Stein mengingatkan bahwa mekanisme limit up-limit down circuit breakers mungkin tidak berfungsi efektif untuk ETF seperti halnya saham individu. Ia menyerukan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap ekosistem ETF, termasuk peran authorized participants, untuk memastikan produk investasi ini tidak menjadi bom waktu bagi tabungan pensiun masyarakat.

Terakhir, Stein menyoroti dampak algorithmic trading terhadap struktur pasar. Meskipun teknologi telah meningkatkan efisiensi dan menekan transaction costs, dominasi perdagangan berbasis komputer (diperkirakan melebihi 50% volume pasar) menghadirkan risiko hilangnya penilaian manusia (human judgment). Ia menggunakan analogi "driverless car" di persimpangan empat arah: tanpa "kontak mata" antar pengemudi, bagaimana sistem otonom menegosiasikan situasi tak terduga? Stein mendesak regulator untuk tidak reaktif, melainkan proaktif dalam merumuskan aturan main baru, seperti kemungkinan lisensi bagi pemrogram komputer atau penerapan kill switchesuntuk algoritma, demi menjaga agar pasar modal AS tetap menjadi yang terdepan dan terpercaya di kancah global.

Pidato Kara Stein pada tahun 2015 ini sangat visioner karena secara akurat memprediksi perdebatan yang masih berlangsung hingga hari ini, satu dekade kemudian. Isu robo advisors yang ia sebutkan kini telah menjadi arus utama dengan platform seperti Betterment dan Wealthfront mengelola miliaran dolar, namun pertanyaan tentang "fiduciary duty" bagi AI semakin kompleks dengan munculnya Generative AI yang dapat memberikan saran keuangan yang dipersonalisasi namun rentan halusinasi.

Selain itu, kekhawatiran Stein tentang ETF terbukti beralasan ketika volatilitas pasar terus menguji ketahanan produk ini, terutama dalam periode krisis seperti pandemi COVID-19 di tahun 2020. Poinnya tentang algorithmic trading juga menjadi fondasi bagi diskusi regulasi modern seputar High-Frequency Trading (HFT) dan manipulasi pasar berbasis AI. Analogi "driverless car" yang ia gunakan sangat relevan dengan diskusi etika AI saat ini: siapa yang bertanggung jawab ketika algoritma membuat keputusan yang menyebabkan kerugian finansial massal? Apakah pencipta kodenya, pengguna, atau "mesin" itu sendiri? Ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip regulasi yang berbasis pada transparansi, akuntabilitas, dan kualitas manusia tetap menjadi pilar utama, secanggih apa pun teknologinya.